Hukum Gadai dalam Islam

Gadai/jaminan adalah akad yang tujuannya memberikan jaminan kepercayaan bagi pelaku akad. Akad ini sifatnya adalah tambahan. Bisa ditambahkan pada akad yang lain. Oleh karena itu, tidak ada perpindahan kepemilikan pada barang gadai. Pada pelaksanaannya, transaksi gadai umum digunakan sebagai tambahan akad qardh (hutang). Sehingga orang yang berhutang, menggadaikan barang yang dimilikinya kepada pemberi hutang untuk memberikan jaminan kepercayaan agar diberikan pinjaman.

Sifat dari transaksi ini antara lain barang gadai statusnya adalah amanah sehingga kepemilikian tetap pada pemberi barang gadai. Semua biaya perawatan barang gadai, ditanggung oleh pemilik barang. Kemudian jika terjadi gagal bayar (wanprestasi), barang gadai tidak serta merta berpindah kepemilikannya.

Hukum gadai secara umum diperbolehkan.

Dalil dari Al-Qur’an

مَّقْبُوْضَةٌ فَرِهٰنٌ كَاتِبًا تَجِدُوْا لَمْ وَ سَفَرٍ عَلٰى كُنْتُم إن وَ

“Jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah : 283)

Dalil dari Sunnah

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo (kredit) dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi.” (HR Bukhari dan Muslim)

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar transaksi Gadai sesuai dengan ketentuan syariah.

  1. Pemberi hutang tidak boleh memanfaatkan barang Gadai

Transaksi gadai ini hanya bertujuan untuk memberikan jaminan kepercayaan dan keamanan kepada pemberi hutang, dan bukan untuk memberi keuntungan bagi pihak yang menerima gadai (yang memberi hutang). Jika ada manfaat atau keuntungan yang diterima oleh pemberi hutang, hal tersebut adalah Riba

كُلُّ قَـرضٍ جَرَّ مَنفَـعَـةً فَهُوَ رِباً

“Setiap utang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.” (HR. Baihaqi)

Termasuk keuntungan dalam pemanfaatan barang gadai dalam transaksi utang piutang, meskipun telah diizinkan oleh pemilik barang.

Perbedaan dan Persamaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional

  1. Biaya Perawatan Disesuaikan dengan Nilai Hutang atau Harga Barang Gadai

Hal berikutnya yang harus diperhatikan dan mungkin masih terjadi hingga saat ini yaitu biaya yang dibebankan untuk perawatan barang Gadai bukan biaya riil. Akan tetapi disesuaikan dengan jumlah pinjaman atau nilai barang gadai.

Contoh :

A berhutang kepada pegadaian syariah sebesar Rp.5.000.000 dengan barang gadai sebuah Laptop (nilainya Rp.6.000.000). Sedangkan B berhutang di tempat yang sama sebesar Rp.50.000.000 dengan barang gadai Logam Mulia 100 gr (nilai Rp.60.000.000). Masing-masing dari A dan B sepakat akan mengembalikan hutang kepada pegadaian syariah setelah jangka waktu 24 bulan (2 tahun).

Pada saat jatuh tempo, A dan B wajib mengembalikan hutang disertai dengan tambahan biaya perawatan barang gadai masing-masing. Total A harus membayar kepada pihak Pegadaian Syariah sebesar Rp.7.000.000 (biaya perawatan Laptop sebesar Rp2.000.000). Sedangkan total yang harus dibayar B adalah Rp. 70.000.000 (biaya perawatan Logam Mulia Rp.20.000.000).

Penerima barang gadai membebankan biaya 10 kali lipat untuk biaya perawatan Logam Mulia yang ukuran dan beratnya jauh lebih kecil dibandingkan Laptop. Jika kita telaah, seharusnya biaya perawatan emas jauh lebih kecil dibandingkan biaya perawatan laptop. Karena laptop membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar dan perawatan yang lebih ekstra agar tidak rusak sehingga pada saat barang gadai dikembalikan laptop masih dapat berfungsi dengan baik.

Hal ini merupakan cara yang tidak dibenarkan dan ini merupakan cara untuk “mengakali” praktik RIBA. Dimana sebenarnya praktik Gadai seperti ini ingin membebankan BUNGA sebesar 40% dengan tenor 2 tahun untuk pinjaman yang diberikan kepada penerima pinjaman.

 

Wallahu a’lam bishawab

 

KEPUTUSAN ULAMA TENTANG SISTEM BUNGA

Mayoritas ulama telah menetapkan bahwa sistem bunga yang berlaku saat ini adalah salah satu dari bentuk riba sehingga diharamkan. Keputusan dan fatwa dari lembaga-lembaga dunia ditetapkan pada saat bank Islam dan lembaga keuangan syari’ah belum berkembang seperti saat ini. Dengan kata lain, para ulama dunia sudah berani menetapkan hukum dengan tegas sekalipun pilihan-pilihan alternatif belum tersedia.

Berikut ini adalah keputusan beberapa organisasi Islam di Idnonesia dan dunia tentang sistem bunga.

  1. Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah pada Muktamar (sekarang Munas) Tarjih 1968 di Sidoarjo, menegaskan bunga bank swasta hukumnya haram karena ada unsur riba. Saat itu belum memutuskan bunga bank pemerintah, kemudian keluar fatwa dari Majelis Tarjih Nomor 08 Tahun 2006 yang mengharamkan semua bank. Fatwa itu diperkuat melalui Munas Tarjih di Malang pada tanggal 1-4 April 2010.
  2. Keputusan Musawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung, 1992. Para musyawirin masih berbeda pendapatnya tentang hukum bank konvensional sebagai berikut.
  • Ada pendapat yang menyamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak sehingga hukumnya haram
  • Ada pendapat yang tidak menyamakan bunga bank dengan riba sehingga hukumnya boleh.
  • Ada pendapat yang mengatakan hukumnya syubhat (tidak identik dengan haram)

Meskipun dengan demikian, mereka mendorong pendirian lembaga keuangan tanpa bunga.

  1. Keputusan Muktamar II Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah (Lembaga Penelitian Islam) al-Azhar, Kairo, Muharram 1385H/Mei 1965 M
  2. Keputusan Muktamar Bank Islam II Kuwait, 1403H/1983 M
  3. Keputusan Muktamar II Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI), Jeddah, 10-16 Rabi’ul Akhir 1406 H/22-28 Desember 1985
  4. Keputusan sidang IX Dean Lembaga Fiqih Islam, Rabithah Alam Islami, Mekah, 19 Rajab 1406 H/1986 M
  5. Fatwa dari Komite Fatwa al-Azhar, 28 Februari 1988
  6. Fatwa Darul al-Ifta’ Mesir, 20 Februaru 1989, “Setiap pinjaman (kredit) dengan bunga yang ditetapkan di muka adalah haram”

148271032058605d30299d2

Kaharaman bunga ini juga ditegaskan oleh beberapa ulama kontemporer, di antaranya berikut ini.

  1. Az-Zuhaili dalam tafsirnya mengemukakan bahwa sistem bunga yang berlaku saat ini adalah termasuk dari bagian riba nasi’ah yang berlangsung pada masa jahiliyah
  2. Abu Zahrah berpendapat bahwa riba yang dilarang dalam Al-Qur’an adalah riba yang berlaku di bank-bank dan dipraktikkan oleh masyarakat. Hal itu tidak diragukan lagi adalah haram.
  3. Menurut Yusuf al-Qardhawi, bunga bank adalah riba yang diharamkan.

LARANGAN RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI EKONOMI

(4) Apakah Bunga Sama dengan Riba? (Lanjutan)

Maududi menjawab pembenaran-pembenaran yang mereka utarakan dalam bukunya yang berjudul Riba.

  1. Riba bukanlah suatu ganti rugi karena uang yang dipinjamkannya kepada si peminjam merupakan suatu kelebihan dari kebutuhannya dan tidak akan dipakainya sendiri, dan tidaklah ia menderita suatu kerugian sehingga ia berhak menuntut ganti rugi.
  2. Bunga tidak dapat dikatakan sebagi upah sewa karena sewa adalah untuk barang-barang yang disiapkan dan dipelihara untuk si penyewa dengan memakan waktu, tenaga, dan modal. Selain itu, barang-barang tersebut dapat berkurang atau rusak atau susut harganya karena dipakai. Pengertian sewa ini tidak boleh diterapkan pada alat-alat konsumsi, seperti biji-bijian, buah-buahan, atau mata uang.
  3. Mereka mengemukakan bahwa mereka telah memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengambil manfaat dari uangnya sehingga menjadi haknya untuk mendapatkan bagian dari manfaat yang diperolehnya. Dalam hal ini, Maududi memberikan contoh seseorang yang menerima manfaat dari meminjam uang untuk mengobati istri atau ibunya yang sedang sakit. Ia menjelaskan, akal manakah, atau perikeadilan manakah, atau ilmu ekonomi manakah yang memberikan hak untuk menentukan nilai berupa uang dan menaikkan harga itu sesuai dengan kadar kesengsaraan yang diderita oleh si peminjam yang malang? Tindakan yang paling tepat adalah menyedekahkannya atau tidak mengambil keuntungan atau tidak meminjamkannya.
  4. Bunga bukanlah hak yang harus diterima dari jasa modal yang diberikan karena dalam mengembangkan modal tersebut tidak selamanya menghasilkan keuntungan, tetapi kadang juga menderita kerugian. Jadi, perikeadilan manakah yang membenarkan si kreditor menerima keuntunganm sedangkan si peminjam tidak memperoleh keuntungan bahkan menerima kerugian, padahal dia telah menghabiskan waktu, memeras tenaga, dan mengerahkan kemampuannya. Jika ia menghendaki keuntungan, cara yang tepat adalah dengan menginvestasikannya, bukan dengan memberikan pinjaman. Dalam investasi, kerugian dan keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
  5. Mereka para pembela riba menyatakan bahwa penundaan batas waktu pinjaman memiliki nilai uang. Semakin lama penundaan batas waktu yang diberikan, semakin tinggi nilai bunga yang harus dibayar. Karena jika si peminjam tidak memperoleh penundaan atau modal itu diminta kembali sebelum ia menelesaikan pekerjaannya, perniagaannya tidak akan berjalan dan tidak akan mendapatkan keuntungan.BAHAYA-RIBA-

Menurut Maududi, hal itu tidaklah benar. Ia mempertanyakan bagaimanakah dan dengan jalan apakah si pemberi pinjaman mengetahui bahwa si peminjam akan memperoleh keuntungan atau kerugian? Bagaimanakah ia mengetahui keuntungan yang akan didapatnya akan berjumlah sekian dan sekian persen sehingga ia harus menyerahkan kepadanya sebagai bagiannya sekian dan sekian persen? Bagaimanakah ia mengetahui bahwa tempo yang diberikannya pasti akan memberikan keuntungan sekian pada setiap bulannya sehingga ia dapat menetapkan harganya?

  1. Tidak selamanya modal dapat memberikan keuntungan, terkadang dapat memberikan kerugian.
  2. Menanggapi pendapat Boehm Bawerk bahwa nilai uang pada masa mendatang lebih rendah dibanding masa sekarang, Maududi menyatakan hal ini.
  3. Apakah benar bahwa fitrah manusia mempunyai keyakinan bahwa masa sekarang lebih berharga dari masa yang akan datang? Jika demikian, mengapakah kebanyakan orang lebih suka menyimpan sebagian hartanya untuk masa yang akan datang? Bukankah orang yang bekerja keras pada saat ini mengharapkan masa depannya cemerlang dan penuh bahagia? Alangkah bodohnya orang lebih suka bermewah-mewahan pada masa sekarang, sedangkan masa depannya buruk dan lebih suram dari sekarang.
  4. Apakah harga Rp.100.000,00 sekarang dalam muamalah utang-piutang ribawi sama dengan Rp.103.000,00 sesudah masa setahun. Apakah gambaran riil yang akan terjadi sesudah berlalunya masa setahun ini, yaitu tatkala si peminjam pergi mengembalikan modalnya ke pemberi pinjaman? Apakah uang Rp.103.000,00 sekarang sama dengan Rp.100.000,00 pada masa lalu?

Dengan demikian, jelaslah bahwa bunga bukanlah sebuah harga atau sebuah iwadh atas pinjaman sehingga dapat ditetapkan bahwa bunga sama dengan riba. Mayoritas ulama telah menetapkan bahwa sistem bunga sama dengan riba. Mayoritas ulama telah menetapkan bahwa sistem bunga yang berlaku saat ini adalah salah satu dari bentuk riba sehingga diharamkan.

LARANGAN RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI EKONOMI

(4) Apakah Bunga Sama dengan Riba?

Definisi bunga secara bahasa adalah imbalan jasa untuk penggunaan uang atau modal yang dibayar pada waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan sebagai persentase dari modal pokok.

Ilustrasi dalam praktik di perbankan dapat dilihat dari dua sisi, penghimpunan dan pembiayaan. Perbankan dalam upayanya menghimpun dana masyarakat memberikan kompensasi atas dana yang ditaruhnya (dipinjamkannya) dengan persentase atau suku bunga yang telah ditentukan pada awal perjanjian. Dari sisi pembiayaan, nasabah yang meminjam dana dari perbankan diharuskan mengembalikan pokok pinjaman dan memberikan tambahan dana dengan sejumlah persentase tertentu yang telah disepakati di awal.

Melihat dari ilustrasi ini,dapat dikatakan bahwa praktik ini tidaklah jauh berbeda dengan apa yang dimaksud dengan riba, yakni memberikan tambahan pokok pinjaman tanpa adanya iwadh (padanan yang setara). Sebuah bank yang telah memberikan bunga kepada nasabah, sejatinya tidak mendapatkan iwadh yang setara. Demikian juga, para pelaku usaha yang diharuskan membayar tambahan atas pinjamannya, tidak mendapatkan iwadh yang wajar.

Tidak adanya iwadh yang wajar pada sistem perbankan dapat memberikan dampak negatif kepada sistem perbankan. Krisis moneter yang mendera negeri ini pada 1998 merupakan bukti bahwa negative spread  antara bunga pinjaman dan bunga simpanan menjadi faktor krisis.

Ilustrasi Riba

Para ekonom mencoba memberikan pembelaan bahwa bunga adala suatu iwadh dan harga yang harus dibayarkan, lantas harga untuk apa? Ada beberapa pandangan yang berbeda, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Teori Abstinence : bunga adalah imbalan untuk kreditor (pemberi utang) yang telah menahan dirinya mendapatkan keuntungan yang seharusnya dia dapatkan jika menggunakan uang tersebut.
  2. Bunga sebagai imbalan sewa uang.
  3. Opportunity cost : bunga adalah harga yang harus dibayarkan karena telah menghilangkan kesempatan kreditor untuk memenuhi berbagai keinginan dirinya.
  4. Teori kemutlakan produktivitas modal : bunga adalah modal dalam produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah.
  5. Nilai uang pada masa mendatang lebih rendah dibanding masa sekarang. Boehm Bawerk menyebutkan tiga alasan mengapa nilai barang di waktu yang mendatang akan berkurang sebagai berikut.
  6. Keuntungan di masa yang akan datang diragukan, sedangkan keuntungan di masa kini sangat jelas dan pasti.
  7. Kepuasan terhadap keinginan masa kini lebih bernilai daripada kepuasan di masa yang akan datang.
  8. Kenyataannya, barang-barang pada waktu kini lebih penting dan berguna dibanding dengan barang-barang pada waktu yang akan datang.
  9. Kompensasi penurunan daya beli uang selama dipinjamkan yang disebabkan oleh inflasi.

LARANGAN RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI EKONOMI

(3) Jenis- Jenis Riba

Menurut Az-Zuhaili, riba terdiri dari 2 macam, yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl.

Riba nasi’ah ialah suatu tambahan pada salah satu di antara dua iwadh (barang yang dipertukarkan) karena penundaan jatuh tempo pelunasan atau penangguhan serah terima barang meski tanpa adanya tambahan. Riba ini terjadi pada transaksi utang-piutang dan jual beli.

Sementara itu, riba fadhl adalah dijualnya harta tertentu (emas, perak, gandum, sya’ir (sejenis gandum), garam, dan buah tamar/kurma) dengan adanya tambahan pada salah satu iwadh. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit r.a. bahwa Rasulullah saw. berkata,

Emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr (salah satu jenis gandum), sya’ir dengan sya’ir (salah satu jenis gandum juga), kurma dengan kurma, garam dengan garam, yang semisal (jenisnya), yang setara (takarannya), dari tangan ke tangan (secara tunai), apabila berbeda jenisnya, juallah terserah kalian apabila dilakukan secara langsung.” (HR Muslim)

riba-1

Ibnu Hajar al-Haitsami membagi riba ke dalam tiga macam, yaitu riba fadhl, riba yad, dan riba nasi’ah. Selanjutnya, Mutawalli menambahkan jenis keempat, yakni riba qardh. Sementara itu, Lajnah Daimah li al-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’ membaginya ke dalam tiga kategori yang berbeda, yaitu riba fadhl, riba nasi’ah, dan riba qardh.

Perbedaan pendapat ini hanyalah perbedaan sudut pandang dalam mengkategorikan jenis riba. Syafi’i Antonio, seorang pakar ekonomi syari’ah Indonesia, menjelaskan adanya dua macam riba, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Macam pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah, sedangkan macam kedua juga terbagi dua, yaitu riba fadhl dan nasi’ah.

  • Riba qardh : suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang.
  • Riba jahiliyyah : utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
  • Riba fadhl : pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma, dan garam).

Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa alasan tahrim adalah karena keenam barang ini merupakan barang pokok yang dibutuhkan manusia. Emas dan perak merupakan unsur penting dari uang dan sebagai pengukur harga barang. Adapun empat lainnya merupakan makanan pokok yang menyokong kehidupan. Oleh karena itu, jika alasan ini terdapat pada barang lainnya, ia termasuk dalam jenis barang ini. Contohnya beras sebagai makanan pokok di Indonesi.

  • Riba nasi’ah : Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi’ah dapat muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau penambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

LARANGAN RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI EKONOMI

(2) Definisi Riba

Az-Zuhaili menyebutkan bahwa makna riba secara bahasa adalah tambahan, sedangkan menurut syara’ adalah suatu tambahan harta tertentu pada transaksi pertukaran harta dengan harta tanpa adanya iwadh (padanan yang dibenarkan syar’iah atas penambahan tersebut). Definisi lain yang diberikan adalah tambahan kadar atau waktu pada transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam uang dan makanan.

Say-no-to-RIBA

Berikut ini adalah definisi riba menurut beberapa ulama lainnya.

  1. Menurut Imam as-Sarkhasi (bermadzhab Hanafi)

Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi jual-beli tanpa adanya iwdh.”

  1. Menurut Raghib al-Asfahani

Riba secara bahasa adalah penambahan atas harta pokok.”

  1. Menurut Imam Ahmad

Imam Ahmad ketika ditanya tentang riba beliau menjawab, sesungguhnya riba adalah seseorang memiliki utang lalu dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jika tidak mampu melunasi, ia harus menambah harta atas penambahan waktu yang diberikan.”

  1. Menurut Ibnu Hajar al-Haitsami

Riba secara bahasa adalah tambahan, sedangkan menurut syara’ adalah suatu akad dengan iwadh tertentu yang tidak diketahui padanannya menurut standar syara’ atau dengan penangguhan kedua hal yang dipertukarkan atau salah satunya.”

 

Sarkhasi, Al-Mabshut, (Mauqi’ul Islam, tanpa tahun), Vol. 14, hlm. 461.

Raghib al-Ashfahani, Al-Mufradat fi Gharib Al-Qur’an, (Beirut: Darul Ma’rifah), hal. 187

Ibnu Qayyim, I’lamul Muwaqqi’in, (Beirut: Dar Jiyal, 1973), Vol. 2. Hlm. 154

Al-Haitsami, Az-Zawajir ‘an  Iqtirafil Kaba’ir, (Mauqiul Islam), Vol. 2. Hlm. 83

 

LARANGAN RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI EKONOMI

(1) Gambaran Pelaku Riba

Permasalahan riba merupakan permasalahan yang telah lama dibahas, tidak hanya umat Islam, melainkan juga umat-umat terdahulu. Sekitar 25 abad silam atau empat abad sebelum masehi, dua filsuf Yunani, Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), telah mengecam praktik riba. Menurut Plato, sistem riba telah menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat serta menjadi alat eksploitasi orang kaya terhadap orang-orang miskin. Sementara itu, Aristoteles menyatakan bahwa uang adalah medium of exchange (media pertukaran) sehingga tidak diperkenankan memperanakkan uang. Pada masa Romawi, sekitar abad V sebelum Masehi hingga abad IV Masehi, terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya mengambil riba sampai batas maksimum yang diperbolehkan. Praktik tersebut dikecam oleh dua filsuf Romawi, Cato (234-149 SM) dan Cicero (106-43 SM).

02022015-riba-forbidden

Dua agama samawi, Yahudi dan Kristen juga melarang praktik ini. Dalam kitab Perjanjian Lama dan Undang-Undang Talmud disebutkan dengan jelas larangan praktik riba bagi orang-orang Yahudi baik berupa uang maupun makanan. Sementara itu, kitab Perjanjian Baru milik Kristiani tidak menyebutkan permasalaahan ini dengan jelas sehingga muncul berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka Kristen tentang boleh tidaknya orang Kristen mempraktikkan pengambilan riba. Para pendeta awal Kristen (abad I s.d XII) melarang praktik riba dengan merujuk pada kitab perjanjian Lama yang juga mereka imani. Pada abad XII s.d. XVI, seiring dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan, para sarjana Kristen membedakan antara interest dan usury. Interest diperbolehkan, sedangkan usury adalah riba yang berlebihan. Namun, setelah abad XVI, beberapa sarjana Kristen mendesak diperbolehkannya praktik riba.

Jadi, permasalahan riba adalah permasalahan klasik. Meskipun dengan mengeksploitasi kekayaan saudaranya, hal ini berkembang karena adanya keuntungan yang cukup menggiurkan bagi para pengambil riba. Pada saat ini, sistem bunga telah menjadi sebuat sistem yang mengglobal dan berakar kuat. Hampir seluruh negara di dunia mengadopsi sistem bunga. Sebagian ekonom meyakini bahwa bunga adalah kunci untuk menstabilkan perekonomian, tetapi sebagian yang lain justru menilai bunga adalah sumber instabilitas perokonomian.

Allah memberikan gambaran tentang kondisi pelaku riba dalam firman-Nya,

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila …” (Al-Baqarah: 275)

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah pada hari Kiamat mereka yang memakan riba tidak akan bangkit dari kubur, melainkan seperti berdiriya orang gila dan setan merasukinya.

Ditegaskan oleh Ibnu Abbas r.a. bahwa pada hari Kiamat mereka yang memakan riba tidak akan bangkit dari kuburnya, melainkan seperti berdirinya orang gila di dunia. Orang gila tidak dapat berdiri tegak dan berdirinya tidak stabil.

Ar-Razi menjelaskan bahwa penggunaan riba untuk membeli makanan lalu memakannya sehingga Allah SWT melarang membelanjakannya terhadap harta riba. Pengharaman ini tidak hanya berlaku bagi pemakan riba, sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

Dari Jabir r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. melaknat pemakan riba (yang menerima), pemberi makannya (yang memberi), sekretarisnya dan kedua saksinya. Mereka semua adalah sama.”

Selain itu, Rasulullah saw. memperlihatkan gambaran hukuman di akhirat kelak bagi para pelaku riba. Ibnu Majah meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Pada malam aku (Rasulullah) diisrakan, aku melewati sebuah kaum di mana perut mereka seperti rumah, di dalamnya terdapat ular-ular yang dapat dilihat dari luar perut mereka, kemudian aku bertanya, ‘Siapa mereka ini wahai Jibril?’ Ia (Jibril) menjawab, ‘Mereka ini adalah pemakan riba.’” (HR Ibnu Majah)

 

Wallahu a’lam bishawab

Beda KPR Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Saat ini semakin banyak lembaga keuangan yang memberikan pilihan lebih luas kepada masyarakat sebagai konsumen. Termasuk yang saat ini cukup berkembang pesat adalah bank syariah yang juga menawarkan KPR, tentu dengan karakteristik yang berbeda dibanding dengan bank konvensional.

ini-4-pertanyaan-dari-bank-saat-mengajukan-kpr

Meskipun cukup pesat, namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan jelas perbedaan dari KPR pada bank konvensional dengan bank syariah. Untuk lebih memahami, maka simak penjelasan berikut (dikutip dari Cermati.com) :

  1. Bank Konvensional

Karakteristik utama dari Bank Konvesional adalah membebani bunga kepada debitor atas uang yang digunakan. Berikut beberapa jenis KPR yang terdapat di bank konvensional:

  • KPR Fix, yaitu KPR dengan bunga tetap dari awal sampai dengan akhir masa pinjaman. Dengan demikian risiko kenaikan suku bunga dapat dihindari. KPR Fix di Bank Konvensional biasanya diterapkan pada KPR subsidi yang merupakan program dari pemerintah.
  • KPR Fix dan Floating, yaitu KPR dengan penghitungan bunga kombinasi antara bunga tetap dan bunga mengambang. Jadi pada awal periode bunga yang dikenakan adalah tetap, dan setelah melewati jangka waktu yang ditetapkan, maka suku bunga menjadi suku bunga mengambang. Hal ini dilakukan untuk menarik nasabah yang tergiur pada bunga rendah di awal masa pinjaman.
  • KPR Fix, Cap, dan Float, yaitu KPR yang penghitungan bunganya mirip dengan KPR Fix and Floating, namun di tengah masa Fix dan Floating, ada masa bunga Cap. Dalam masa tersebut, suku bunga dapat naik namun dibatasi pada tingkat tertentu. Misalnya suku bunga Fix 8% tiga tahun pertama dan Cap 9% tiga tahun. Selanjutnya setelah 6 tahun suku bunga floating. Artinya pada tahun keempat sampai dengan keenam suku bunga hanya dapat naik maksimal mencapai 9% meskipun dalam kondisi pasar suku bunga yang seharusnya misalnya adalah 10%. Setelah melewati masa enam tahun, maka suku bunga baru dapat melebihi 9%.
  • KPR float, sesuai namanya yaitu KPR dengan bunga mengambang dari awal masa pinjaman mengikuti tingkat bunga pasar.

kpr-syariah-vs-konves

  1. Bank Syariah

– KPR Murabahah dengan akad Jual Beli (Mudharabah), merupakan KPR dimana bank menetapkan margin dari harga jual rumah. Besarnya margin ini ditentukan oleh jangka waktu cicilan yang telah disepakati. Karena margin telah ditentukan dari awal, maka besarnya cicilan setiap bulan akan tetap dari awal sampai lunas. KPR ini juga paling umum digunakan bank syariah karena paling mudah dipahami masyarakat

– KPR akad sewa beli (Ijarah Muntahia Bittamlik/IMBT), adalah KPR dengan konsep sewa beli dimana nasabah dianggap menyewa rumah pada bank dan pada masa akhir cicilan memiliki pilihan untuk membeli rumah tersebut. Dengan demikian, nilai yang dibayarkan nasabah pada bank setiap bulan seolah-olah adalah uang sewa yang dibayarkan dalam jangka waktu yang disepakati. Uang muka KPR IMBT merupakan uang jaminan yang diperhitungkan sebagai tanda jadi pembelian. Bila pada akhirnya nasabah tidak jadi memilih untuk membeli rumah, maka uang muka dikembalikan pada bank dan rumah tetap menjadi milik bank. Besaran uang sewa yang dibayar berubah-ubah mengikuti SBI dari Bank Syariah.

– KPR akad kepemilikan bertahap (Musyarakah Mutanaqisah), yaitu KPR dengan konsep kepemilikan bertahap. Jadi bank dan nasabah sama-sama membeli rumah, lalu porsi kepemilikan bank akan berkurang secara bertahap seiring dengan pembayaran cicilan oleh nasabah pada bank.

Untuk KPR Murabahah besar uang muka minimal 30 persen, sementara untuk IMBT dan MMQ besar uang muka minimal 20 persen dari harga rumah.

Sementara dari sisi penalti, juga terdapat perbedaan antara Bank Konvensional dan Syariah. Pada Bank Konvensional, pelunasan di awal biasanya dikenakan penalti karena dianggap mengurangi potensi pendapatan. Sedangkan pada Bank Syariah, pelunasan dipercepat tidak dikenakan penalti karena nilai transaksi sudah ditentukan di awal.

Dari penjelasan di atas sudah mendapat gambaran mengenai perbedaan bank konvensional dan syariah bukan? Untuk dapat membandingkan lebih rinci, tentu Anda perlu berkonsultasi langsung pada bank yang bersangkutan sehingga dapat menentukan KPR yang dipilih.

Peran Teknologi dalam Pekerjaan

Hari ini tepat 7 bulan sudah saya bergabung dengan Bank CIMB Niaga, Bank terbesar nomor 5 di Indonesia. Banyak sekali hal yang saya pelajari selama bekerja di sini, terutama tentang ekonomi dan bisnis. Meskipun dunia perbankan sangat baru bagi saya, namun teknologi sangat membantu saya untuk beradaptasi. Teknologi memudahkan saya mencari info tentang pekerjaan yang saat ini saya jalani dan perkembangan terkini yang saat ini terjadi. Sebagai seorang banker saya memang diharuskan mengikuti perkembangan ekonomi dunia.

Mungkin penggunaan teknologi sebagai media pencarian informasi pada saat ini dianggap sudah sangat umum. Penggunaannya mulai dari kalangan pekerja, mahasiswa, ataupun anak-anak yang masih berada di tingkat sekolah dasar. Akses yang mudah dan informasi yang lengkap membuat masyarakat menjadikan internet sebagai alternatif baru sumber informasi selain Televisi, Radio, ataupun Koran. Akan tetapi, internet tidak hanya membantu kita untuk menyelesaikan pekerjaan kita. Namun juga memberikan kemudahan dalam mencari lowogan kerja online yang sesuai dengan kemampuan kita dan ketersediaan waktu kita.

Sebelum bergabung dengan CIMB Niaga dan masih bekerja di perusahaan yang lama, saya mencari informasi lowongan kerja online melalui situs seperti jobstreet. Hingga akhirnya saya mengikuti seleksi dan diterima untuk bergabung. Setelah 4 bulan bekerja dan proses adaptasi berjalan cukup lancar, saya merasa masih memiliki waktu luang untuk melakukan hal yang produktif dan menghasilkan. Namun saya tidak memiliki waktu penuh untuk bekerja di tempat yang lain.

Situs seperti jobstreet memang cocok bagi para pencari kerja yang menginginkan pekerjaan full time atau dengan jam kerja penuh. Sedangkan bagi pekerja lepas (freelancer) seperti saya, situs tersebut tidak dapat mengakomodasi kebutuhan saya. Hingga akhirnya saya menemukan sebuah situs yang sangat sesuai bagi para freelancer karena pekerjaan bisa disesuaikan dengan kemampuan dan ketersediaan waktu yang saya miliki. Situs tersebut adalah Projects.co.id

projects

Fitur Browse Projects

 

 

Dari beberapa situs sejenis yang temukan, Projects.co.id menjadi pilihan saya. Alasan utamanya karena situs ini sangat user friendly.Bagi pencari kerja (feelancer), dapat menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Projects.co.id memiliki fitur “Browse Projects” dimana project yang ada akan masuk dalam kategori tertentu. Freelancer yang memiliki kemampuan men-design dapat menemukan project di kategori “Layout, Logo, & Graphic Design. Bagi freelancer yang suka menulis seperti saya, dapat mencari projects di kategori “Writing & Translation”. Sangat banyak owner project yang mempercayakan situs ini untuk meringankan tugas mereka.

projects2.jpg

Kemudian juga, biaya yang diterima atas pekerjaan yang saya lakukan dapat dinegosiasikan. Saya dapat memberikan penawaran kepada owner project untuk harga yang pantas saya dapatkan atas pekerjaan saya. Selain itu, saya juga dapat bernegosiasi mengenai deadline penyelesaian project yang diberikan. Hal ini sangat penting, terutama bagi freelancer seperti saya yang sehari-harinya sudah memiliki pekerjaan utama. Projects.co.id juga memberikan sistem yang adil dan transparan karena setelah owner project menetukan worker yang sesuai, hasil akan diumumkan kepada semua worker yang memberikan penawaran siapa worker yang terpilih beserta dengan penawaran yang berikan.

Jadi, untuk kalian yang sedang mencari lowongan kerja online dan masih memiliki waktu untuk medapatkan penghasilan sampingan, wajib berkunjung ke situs ini dan segera lakukan penawaran pertama kalian ^_^

SEPUTAR TAX AMNESTY

Ungkap, tebus, lega. Ada yang tahu slogan ini milik siapa? Kalau sering bergelut dengan masalah pajak, pasti tahu. Kementerian Keuangan lewat Direktorat Jenderal Pajak punya program tax amnesty atau amnesti pajak. Itulah slogan program tersebut. program ini disebut kontroversial, karena dianggap tidak adil terhadap wajib pajak yang taat. Kok bisa begitu? Sebenarnya apa sih tax amnesty itu? Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak menjadi dasar pelaksanaan program ini. Lewat program tax amnesty, pemerintah berharap pemasukan buat negara bisa bertambah. Caranya, memberikan fasilitas kepada para penunggak penghapusan pajak terhutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana perpajakan atas harta yang diperoleh pada 2015 serta sebelumnya yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT). Tapi, penunggak itu harus melunasi dulu semua pajaknya dan membayar uang tebusan. Besaran uang tebusan berbeda-beda, tergantung pada kapan wajib pajak menyampaikan surat pernyataan harta. Untuk lebih jelasnya, berikut serba serbi tax amnesty yang perlu kamu tahu.

amnestipajak

CARA KERJA TAX AMNESTY

Seperti disebutkan di atas, tax amnesty wajib diikuti oleh mereka yang menunggak pajak dari tahun 2015 dan sebelumnya. Tunggakan ini termasuk harta yang tidak dicantumkan dalam SPT. Misalnya punya rumah seharga Rp 500 juta di Bekasi dan Rp 700 juta di BSD. Tapi yang dicatat di SPT hanya yang di BSD. Maka, orang ini mesti ikut amnesty pajak agar tidak terkena sanksi. Dia harus mendeklarasikan harta berupa rumah di Bekasi tersebut. Apalagi jika orang tersebut sudah lama tidak membayar pajak. Dia harus berterus terang soal pajak tersebut agar mendapat fasilitas amnesti pajak. Selain itu, mereka yang sudah memiliki pendapatan tetapi belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib ikut. Jika sudah memiliki penghasilan, NPWP seharusnya ada sebagai tanda bahwa kita merupakan wajib pajak. Jika mau mengikuti tax amnesty, kita bisa datang ke kantor pelayanan pajak pratama di domisili masing-masing. Di sana akan tersedia petugas yang membantu menerangkan mengenai tax amnesty sekaligus keuntungannya untuk kita.

MANFAAT TAX AMNESTY

Manfaat tax amnesty sangat jelas untuk wajib pajak. Mereka terhindar dari macam-macam sanksi, sehingga bisa leluasa bergerak. Bayangkan jika seorang pengusaha menjadi sukses, tiba-tiba terkena masalah karena ketahuan tidak membayar pajak. Sia-sialah hasil jerih payah dari usaha itu. Tax amnesty ini berguna juga untuk seluruh masyarakat. Sebab, dengan adanya pembayaran tebusan pajak, otomatis pendapatan negara bertambah. Dengan begitu, anggaran negara untuk pengembangan pun bertambah. Mungkin dana dari program ini bisa dipakai untuk membangun jalan, jembatan, atau juga sekolah. Bisa juga untuk memberikan subsidi ke masyarakat. Sebagai tambahanmodal kerja lewat kredit usaha mikro, kecil, dan menengah, misalnya.

Pemerintah juga menyasar dana orang Indonesia yang tersimpan di luar negeri lewat tax amnesty. Nantinya, mereka ini wajib menyimpan dana tersebut di bank dalam negeri yang telah ditunjuk selama minimal 3 tahun. Selama jangka waktu itu, dana akan dipakai ivnestasi. Misalnya untuk membeli obligasi. Tapi, investasi ini harus sesuai dengan petunjuk pemerintah. Dana dapat digunakan untuk investasi sesuai keinginan wajib pajak setelah jangka waktu 3 tahun.

Dari slogan tax amnesty dapat diketahui bahwa program ini memiliki tujuan yang baik. Program ini dibuka pada Juli 2016 hingga 2017. Tidak mustahil masa berlaku program ini diperpanjang. Yang jelas, pemerintah membuka ruang sebesar-besarnya bagi mereka yang mau ikut tax amnesty, baik wajib pajak perorangan maupun badan usaha. Tidak perlu takut akan diketahui oleh publik, sebab data peserta tax amnesty dijamin kerahasiaannya. ^_^